TWINKLE, TWINKLW, LITTLE STAR
Karya Sahanaya Widya Pitaloka
"Twinkle, twinkle, little star ... How I wonder what you are ... datang seekor nyamuk, HAP! Lalu, ditangkap .."
Dengan nada khas anak-anak, Yori menyanyikan lagu ini di depan kelas. Ini memang lagu favoritnya. Meskipun liriknya jadi medley soak begitu (karena aku enggak hafal), saban hari bocah tampan kelas 1 SD ini enggak pernah absen menyanyikannya. Di mana aja, kapan aja dia berada. Saking sukanya sama lagu ini, aku rasa topan badai aja enggak sanggup menghentikannya bernyanyi kalau dia lagi pengin menyanyikannya.
Yori ini bocah pintar yang lahir dari keluarga biasa aja. Maria, ibunya Yori single parent yang bekerja sendiri buat nafkahin keluarga. Ya, guys. Yori anak yatim. Ayahnya yang seorang ABK meninggal dalam usia muda karena kanker. Dia ninggalin keluarga sejak Yori masih berada dalam kandungan.
Twinkle, Twinkle, LittleStar
Tiap hari ibunya Yori selalu sibuk mengerjakan pesanan kue-kue katering. Anggota keluarganya memang engga banyak, cuma dia sendiri sama Yori, jantung hatinya yang menjadi penyemangat hidup.
Lokasi: kediaman Yori, Pukul 1.10 siang
"Mammaa, Yori pulaaaaang ....," teriak Yori dengan nada ceria.
"Eeeh, anak Mama tumben jam segini udah pulang? Katanya mau main dulu di rumah Abie?"
Abie ini anak wali kelasnya Yori, Ibu Lani, sekaligus teman sekelas Yori. Hampir tiap hari sehabis pulang sekolah, Yori selalu menghabiskan waktu di rumahnya Abie. Maklum, kalau langsung pulang, Yori enggak ada teman. Sementara ibunya Yori selalu sibuk mengerjakan pesanan kue-kue.
Jarak dari rumah Yori ke sekolahannya memang cukup jauh. Itulah kenapa, Ibu Lani sangat memahami keadaan keluarganya. Dia sendiri yang menawarkan diri untuk mengurusi Yori jika ibunya sibuk. How nice .....
"Enggak, ah, ma. Yori, kan, udah gede. Mulai sekarang mau bareng Mama aja, bantuin bikin kue," jawabnya polos.
Ibu Maria tersenyum simpul mendengar jawaban buah hatinya itu. "Aiihh, anak Mama, kan, masih kecil. Mau bantuin bikin kue atau ngabisin kuenya, hayoo?"
Terdengar suara gelak tawa riang di rumah yang sederhana itu. Keduanya terlihat bercengkrama dengan hangatnya. Meskipun kerjaan ibu Yori masih numpuk, demi pangeran kecilnya, dia selalu rela meluangkan waktu. Seperti sekarang ini, mereka tengah asyik bersenda gurau sambil berbaring di lanti yang beralaskan tikar rotan.
Lokasi: kediaman Yori, Pukul 5.00 sore.
Hujan deras mengguyur sejak dua jam lalu. Meskipun cuaca lagi dingin, itu enggak menyurutkan kehangatan mereka berdua. Mereka masih terlihat bercengkrama.
"Yori, kan, jago nyanyi, nyanyiin Mama lagu dong. Sayang ...."
"Mama mau lagu apa?"
"Idiiih anak Mama gaya. Emang lagu apa aja yang kamu bisa selain wingkel wingkel itu?"
"Twinkle, Ma, bukan Wingkel."
Dan suara gelak tawa pun terdengar lagi sampai akhirnya ponsel yang tergeletak di samping ibu Yori berdering. Ibu Yori mengangkatnya.
"Halo, ada apa, Bu?" sapa Ibu Maria. Ternyata yang menelpon adalah Ibu Lani, wali kelasnya Yori. "Halo, Bu. Maaf, saya belum bisa ... KRSSSK ... KRSSSSKKKK ....," suara Ibu Lani terputus. Sinyal enggak mendukung karena di luar masih hujan deras.
"Halo, Bu?" Ibu Maria terbangun. Lalu, dia melangkah menuju pintu keluar memastikan percakapan enggak terputus. "Ya, Bu? Maaf, suaranya putus-putus ..."
"Iya, Bu. Berhubung masih hujan, KRSSK ... Keponakan saya belum bisa KRSSSK ...." Percakapan masih belum jelas. Ibu Maria akhirnya berjalan keluar. Suasana di luar pun tampak mulai gelap. Sepi. Enggak ada seorang pun yang lewat di depan rumahnya.
"Maaf, Bu. Saya belum bisa mendengar dengan jelas. Ibu Lani bilang apa tadi?" tanya Ibu Maria menegaskan.
"Tadi saya bilang, keponakan saya belum bisa mengantar Yori pulang karena di sini masih hujan deras ..."
Ibu Maria mengernyitkan dahi. Dia sama sekali enggak mengerti apa yang dimaksudnya. "Maksud Ibu apa? Belum bisa mengantarkan Yori gimana?" Jari kiri Ibu Maria menutup kuping sebelah kiri untuk memastikan suara di telepon terdengar jelas.
"Iya. Yori, kan, masih ada di sini, Bu. Tuh, masih main ular tangga sama anak saya. Kalau hujan sudah reda, keponakan saya akan langsung mengantarnya pulang ..."
Ibu Mara bergidik. Meskipun dia tahu Ibu Lani dikenal sangat humoris, dia sama sekali enggak paham kenapa gurauannya harus seperti itu. Kan, enggak lucu ...
"Ibu ini bisa saja. Jangan bercanda, ah." Tangan Ibu Maria mengusap pundaknya yang merinding sedari tadi.
"Kok, bercanda? Saya engga ngerti, deh, kenapa Ibu enggak percaya. Tunggu sebentar. Yori Sayang, ini Mama, Nak. Mau bicara sama kamu ..." terdengar suara Ibu Lani memanggil Yori. Bibir Ibu Maria gemetar.
"Halo,Ma. Kalau Yori pulang, bikinin mi rebus, ya. Barusan Yori udah mamam di sini, tapi laper lagi, hehehe.."
Kuping Ibu Maria serasa dihantam balok mendengar suara anaknya benar-benar nyata terdengar dari ponselnya!
Dia menjatuhkan benda itu. Jantungnya berdegup hebat. Tenggorokannya tercekat. Kedua kakinya tiba-tiba terasa kaku. Dia sama sekali enggak bisa menggerakan tubuhnya.
Posisinya membelakangi pintu masuk. Dia enggak sanggup menengok ke dalam. Dia tahu, di dalam masih ada Yori yang lain. Meskipun enggak berani melihatnya, dia masih bisa merasakan kehadirannya. Sangat jelas.
Terdengar sosok di belakangnya menyanyikan lagu kesayangan anaknya. Ibu Maria semakin bergidik. Itu suara nyanyian putranya! Gaya dan suaranya sama persis dengan yang sering disenandungkan Yori. Mulut Ibu Maria menganga.
Suaranya, suaranya sangat Yori. Dia masih berdiri kaku, membelakangi "Yori".
Ibu Maria enggak paham, kenapa ini bisa terjadi? Apa maksud dari semua ini? Kenapa ada sosok yang meyerupai anaknya? Pertanda apa ini? Ya, Allah ..., gumam batinnya nyeruak. Tiba-tiba ketakutan yang mendalam merasuk menghantam jiwanya. Dia enggak sanggup membayangkan kalau sampai terjadi apa-apa sama buah hatinya. Ibu Maria menangis ....
Ibu Maria masih mendengar sosok itu menyanyikan lagu kesukaan anaknya sampai bait terakhir.
Kemudian Hening.
Ibu Maria enggak mendengar suara apa-apa lagi. Terlalu lama dia terpaku. Perlahan-lahan dia mulai berani membalikkan badannya untuk melihat sosok itu.
Hilang ...
Sosok itu menghilang, guys.Dia sudah engga di tempatnya lagi. Ibu Maria menarik napas lega. Semua otot di sekujur tubuhnya terasa mendengur.
Setengah jam kemudian, masih dalam posisi duduk. Tatapan matanya yang kosong tiba-tiba di kejutkan bunyi ponsel. Yori! Ya, Tuhan, dia baru ingat kalau dia harus segera memastika keadaan Yori baik-baik saja. Diapun bangkit dari situ sambil mengangkat ponsel.
"Halo, Ibu Lani! Mana anak saya, Bu? Biar saya saja yang jemput. Saya akan segera kesana!" serang Ibu Maria panik.
"Saya yang akan menjemput ibu. Kita harus segera ke rumah sakit ..."
"Rumah sakit? Ada apa bu,Bu? Siapa yang sakit?" Jantung Ibu Maria berdegup hebat. terbayang di benaknya akan pertanda itu. Tangan kirinya menutup mulutnya yang menganga.
"Saya minta maaf, Bu. Yori ... kecelakaan sewaktu .. di antar pake motor sama keponakan saya...," Ibu Lani terisak. Suaranya Terbata.
"APAAA?! Astagfirullah! Gimana keadaan anak saya, Buuu...!?" suara Ibu Maria meraung histeris. Bibirnya gemetar. Tangisnya nyaris saja meledak. Ibu Maria menahan napas.
"Ibu yang tabah, ya. Ini cobaan dari Allah... Yori, Yori baru saja dipanggil Yang Mahakuasa, Buuuuuu ....."
Di bawah lolongan petir yang menyambar, di antara angin yang mematahkan ranting-ranting pohon, dan diiringi tangisan langit yang mengguyur, tubuh Ibu Maria melayang di udara, lalu tersungkur menghantam Bumi.
Sekian..
PROFIL PENULIS
Nama : Sahanaya Widya Pitaloka
Tempat, Tanggal Lahir : Bojonegoro,17 November 1999
Alamat Rumah : Jl. TGP Gg. Soemiran 2, No.9 Banjarejo,Bojonegoro
Sekolah : SMP PGRI 1 Bojonegoro
Alamat Facebook : www.facebook.com/sahanaya.pitaloka
Twitter : @Sahananay
Sabtu, 16 Mei 2015
Contoh Cerpen Misteri
Share this
Related Articles :
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar
Posting Komentar
Berikan Komentar Agar Blog Ini Tetap Hidup -_-